
Waspada Mata Merah dan Berair Bisa Jadi Gejala Covid-19, Ini Penjelasan Dokter Spesialis
Tak hanya batuk dan sesak napas, ada juga pasien positif Covid 19 dengan keluhan mata merah, mata bengkak dan mata berair. Hal itu disampaikan oleh dokter spesialis mata, dr Ferdiriva Hamzah melalui akun Twitternya @ferdiriva Jumat (3/4/2020). Untuk itu, bagi masyarakat yang mengalami keluhan itu sebaiknya tak khawatir dan segera periksa ke dokter.
Tak haya itu, ia juga mengingatkan rekan rekan seprofesinya untuk mewaspadai jika ada pasien dengan keluhan mata merah, mata bengkak dan mata berair. Menurutnya, para tenaga medis yang menerima pasien dengan keluhan itu sebaika memeriksa dengan Alat Perlidungan Diri (APD) lengkap. Sebab menurut dia, keluhah tersebut cukup sering ditemukan pada pasien dengan Covid 19.
Hal itu ia sampaikan sambil menyertakan foto contoh mata merah dan artikel terkait dalam Bahasa Inggris. "Teman sejawat yang kedatangan pasien mata merah (conjunctivitis), Periksa mata pasien pake APD lengkap ya (+ handschoen, goggles jika ada).
Mata merah, bengkak, berair cukup sering ditemukan pada pasien dengan COVID 19," tulisnya. Ia pun kemudian menjelaskan soal laporan terkait keluhan tersebut. Menurut dr Ferdiriva Hamzah, laporan tersebut menyebutkan kalau virus corona ini ada pada air mata.
Untuk itu, ia pun kembali mengingatkan kepada rekan sesama dokter untuk mengenakan APD dan mejaga kebersihan tangan. "Ada laporan yang mengungkapkan kalo virus ini ada di air mata. Jadi buat dokter yang periksa pasien mata merah, wajib pake handschoen.
Cuci tangan yang benar sebelum dan sesudah periksa pasien," tulisnya lagi. Meski begitu, ia meminta masyarakat tak perlu panik jika mengalami keluhan mata merah. Sebab tak semua mata merah itu positif corona.
Ia juga mengingatkan untuk tidak buru buru ke rumah sakit jika alami keluhan pada mata, kecuali sudah dalam kondisi darurat. Kondisi gawat darurat mata yang dimaksud yakni buram mendadak, trauma karena terbentur atau kemasukan benda asing, mata merah dan nyeri hebat. "Satu lagi.
Tidak semua mata merah itu udah pasti COVID. Jangan parno dulu ya, kalo mata kamu merah. Periksakan," tulisnya.
Hal itu pun dibenarkan oleh rekan rekannya yang menangani hal serupa. "Betul dok, saya baru dapet info dari kepala keperawatan tadi ada pasien ke IGD dengan keluhan mata bengkak dan merah pas di tes ternyata Covid19," tulis akun @PerawatGagal_. "Berarti anosmia dan ini ya dok gejala yg akhir2 ini ditemukan?," tanya akun @Tesalinayohana.
"Iya. Di penelitian ini 12 dari 38 pasien mempunyai simptom mata merah dan bengkak ini. Cukup banyak tuh," jawab dr Ferdiriva Hamazah. Ratusan negara di dunia terinfeksi Covid 19 termasuk Indonesia pendemi virus corona. Saat ini sudah lebih 900.000 kasus dilaporkan dari seluruh dunia menurut Worldometers.
Gejala terinfeksi ada yang terlihat (simtomatik), ada yang ringan, bahkan ada yang tidak menunjukkan gejala sama sekali (asimtomatik). Bagaimana mengetahui Anda mengidap Covid 19 atau tidak? Dilansir dari Lice Science (23/3/2020), menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), gejala yang harus diwaspadai adalah:
Gejala gejala ini biasanya muncul antara 2 14 hari setelah paparan virus. Kesulitan bernapas Demam
Batuk kering. Sakit tenggorokan dan sangat sedikit orang akan melaporkan diare, mual atau pilek. Menurut sebuah laporan dalam Journal of American Medical Association, sebanyak 98 persen pasien Covid 19 yang dirawat di rumah sakit mengalami demam.
Lalu sekitar 76 82 persen mengalami batuk kering. Sebanyak 11 44 persen dilaporkan kelelahan. Dalam kasus Covid 19 yang lebih serius, pasien mengalami pneumonia yang berarti paru paru mereka mulai penuh dengan nanah atau cairan.
Hal itu menyebabkan sesak napas yang intens dan batuk yang menyakitkan. Dilansir The Guardian (2/4/2020), menurut WHO, 1 dari 6 orang yang terpapar menjadi sakit parah. Mereka adalah orang tua dan orang orang dengan masalah medis mendasar seperti:
Penelitian terbaru menunjukkan "kehilangan penciuman" sebagai gejala potensial yang dapat muncul. Bagaimana penyembuhannya? Bat antivirus yang dimiliki untuk melawan flu tidak akan berfungsi.
Sehingga pemulihan tergantung pada kekuatan sistem kekebalan tubuh. Menurut WHO, orang orang yang mengalami kasus ringan (tidak lebih parah dari pilek) bisa sembuh tanpa perawatan khusus. Dilansir Live Science (2/4/2020), menurut CDC, perawatan bagi yang terinfeksi virus corona didasarkan pada jenis perawatan yang diberikan untuk influenza (flu musiman) dan penyakit pernapasan parah lainnya.
Itu dikenal dengan perawatan suportif. Perawatan itu pada dasarnya mengobati gejala yang sering muncul seperti demam, batuk, dan sesak napas. Ilustrasi tenaga medis menangani Covid 19 (Gerd Altmann/Pixabay) Dalam kasus kasus ringan, istirahat dan obat penurun demam seperti acetaminophen (Tylenol) mungkin diberikan. Di rumah sakit dokter dan perawat kadang kadang merawat pasien dengan obat antivirus oseltamivir atau tamiflu, yang tampaknya menekan reproduksi virus, setidaknya pada beberapa kasus.
Menurut Virolog Michigan Tech Ebenezer Tumban hal itu mengejutkan karena Tamiflu dirancang untuk menargetkan enzim pada virus influenza, bukan pada virus corona. Institut Kesehatan Nasional AS (NIH) telah memulai uji klinis untuk menguji antivirus remdesivir untuk Covid 19 di Pusat Medis Universitas Nebraska. Dalam kasus pasien pneumonia yang menghambat pernapasan, pengobatan melibatkan ventilasi okosigen.
Ventilator tersebut meniupkan udara ke paru paru melalui masker atau tabung yang dimasukkan langsung ke tenggorokan. Sebuah studi New England Journal of Medicine terhadap 1.099 pasien rawat inap dengan coronavirus di Cina menemukan bahwa 41,3 persen membutuhkan oksigen tambahan dan 2,3 persen membutuhkan ventilasi mekanik invasif. Glukokortikoid diberikan kepada 18,6 persen pasien, pengobatan yang sering digunakan untuk mengurangi peradangan dan membantu membuka saluran udara selama penyakit pernapasan.
Meski begitu para ilmuwan dari seluruh dunia masih berusaha mencari vaksin yang tepat untuk menghadapi virus ini.(*)